Sabtu, 13 Februari 2010

Mereka Penghianat ?

Sebelumnya, saya minta maaf dari lubuk hatiku yang paling dalam, apabila tulisanku ini terlalu berlebihan, kasar, salah atau dianggap mengada – ada. Sungguhpun saya berharap demikian, tapi boleh jadi ini memang benar adanya. Karena saya yakin pasti banyak yang akan tersinggung bahkan marah atau tidak terima jika membaca tulisanku ini. Sekali lagi saya minta maaf.

Tulisanku ini saya tujukan kepada semua orang Bawean yang tinggal di beberapa Negara asing khususnya Malaysia dan Singapura yang mungkin sudah mulai lupa pada Bawean dan juga kepada mereka yang bangga atas identitas barunya dengan menjadi warga asli negara itu. Bukan kepada mereka yang memang betul – betul mencari nafkah apalagi mereka yang menuntut ilmu.

Suatu hari saya pernah mendengar cerita tentang orang Bawean yang tingggal di Negara itu, katanya, mereka seakan- akan menyesal terhadap masa lalunya karena sudah terlanjur menjadi orang Bawean dan tidak dari dulu tinggal dan menjadi warga asli negara asing itu, sampai – sampai mereka malu untuk disebut orang Bawean. Saya terdiam, belum bisa membayangkan. Batinku bertanya, ‘ Apakah betul mereka bebicara seperti itu ?’, ‘Setega itukah orang Bawean?’. Entah cerita itu betul atau tidak. Saya hanya berharap ucapan itu berasal dari mereka yang sedang mengigau dalam tidurnya. Tetapi sungguh sangat menyedihkan jika benar kalimat itu keluar dari mulut orang Bawean yang seharusnya menjadi suatu kebanggaan.

Dan yang paling megiris hati adalah, katanya, ada yang merencanakan dan mengupayakan untuk melahirkan anak – anaknya di Malaysia ataupun Singapura, hanya dengan harapan agar bisa mendapatkan KTP atau apapun namanya, sebagai upaya untuk bisa diakui sebagai warga asli Negara itu , walaupun terkadang melalui cara yang “haram”. Salah satu motifnya adalah dengan cara mengikutkan akte kelahiran anaknya kepada mereka yang sudah mempunyai “KTP” atau kepada warga asli Negara itu. Tentu tujuannya adalah agar anak – anaknya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disana. Saya bisa memahami dan sangat menghargai keinginan mereka itu untuk menjadi hartawan agar bisa membangun sebuah istana yang megah. Tetapi kalau hanya karena itu mereka harus mengorbankan rasa nasionalismenya menurut saya itu adalah tindakan pengecut dari seorang pecundang sejati.

Bagi mereka mungkin Bawean hanyalah catatan kenangan sejarah hidupnya pada masa lalu, yang sama sekali tidak berarti pada hari, disaat mereka merasa sudah terjamin kehidupannya di Malaysia. Mereka melupakan, barangkali kesadaran mereka sudah lenyap dan hangus bersama impian – impiannya. Sehingga mereka melupakan makna dari sejarah itu.

Bagi sebagian yang lain, Bawean hanyalah tempat persinggahan sementara untuk melepas rasa kangennya pada keluarganya yang mungkin masih tersisah. Sehingga Bawean layaknya Pulau mati yang ditinggalkan penghuninya dan kembali ramai saat Bulan Puasa mulai tiba.

Demi tuhan saya bukannya iri terhadap apa yang telah mereka lakukan dan peroleh bukan pula saya benci tapi justru sebagai bukti bahwa saya sangat mencintai mereka . Saya hanya ingin mengetuk hati mereka agar tidak sampai lupa ingatan bahwa Bawean adalah tanah kelahiran orang tua, nenek moyang dan bahkan mereka sendiri.

Kalau memang betul demikian adanya, apakah salah, sebagai ungkapan rasa kebanggaan saya pada tanah dimana saya dilahirkan yaitu Bawean, pulau yang mungil itu, jika saya harus mengatakan sembari meneteskan air mata, bahwa “MEREKA PENGHINAT” ?.

Catatan : Tulisan Ini adalah pendapat pribadi bukan representasi dari semua masyarakat Bawean.

Oleh : Hasis Bawean


EmoticonEmoticon