Senin, 06 Desember 2010

Pasir Putih Pulau Bawean Sehangat Pantai Kuta

Tulisan Keseluruhan Diambil Dari Situs
jatim.vivanews.com


SURABAYA POST - PELABUHAN kecil Pulau Bawean itu terlihat sibuk. Tukang perahu mengantar sejumlah turis menyeberang. Mereka menuju Pulau Gili dan Nongko. Di Gili menyelam untuk melihat terumbu karang. Sedangkan di Pulau Nongko menikmati kehangatan pasir putih.
”Banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bawean untuk menikmati keindahan pantai dan terumbu karangnya. Pulau Bawean hingga saat ini masih dikelilingi terumbu karang yang menakjubkan,” kata Kepala UPT Pariwisata Bawean, Sulaiman Efendy.
”Berdasarkan penelitian dari perguruan tinggi ITS Surabaya beberapa tahun lalu, keindahan terumbu karang yang mengelilingi Pulau Bawean tidak kalah dengan terumbu karang yang ada di Bunaken,” katanya.
Saat ini yang menjadi jujukan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang berniat menikmati terumbu karang adalah di pantai Pulau Gili, salah satu pulau kecil berada di sebelah barat pulau Bawean. Menurut Efendy, Pulau yang hanya bisa dijangkau dengan menaiki perahu itu pantai pasir putihnya sangat indah dan bersih.
”Kalau pagi ada perahu yang melayani warga Pulau Gili ke pasar di Pulau Bawean, ongkosnya Rp 5.000 sekali seberang, tapi jika kita hendak menyewa perahu biayanya sekitar Rp 100 ribu. Keberadaannya yang berada di tengah laut inilah yang semakin mempercantik Pulau Gili,” kata Efendy sambil menambahkan jika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor sekitar awal bulan April lalu penelitian terumbu karang di laut-laut Bawean.
Selain di Pulau Gili, setiap tiga bulan sekali terkadang ada turis dari mancanegara yang datang untuk menyelam di laut sekitar Pulau Noko, pulau kecil berada di tenggara Pulau Bawean. Biasanya mereka berasal dari Kanada dan Australia. Terakhir, adalah mahasiswa dari Autralisa. “Ketika kami ajak berenang di pantai Pulau Noko, mereka enggan diajak pulang, katanya air laut di Pulau Noko belum tercemar, makanya mereka betah berlama-lama,” kata Efendy.
Dia menambahkan, para mahasiswa itu juga mandi matahari atau berjemur di Pulau Noko. “Tapi saat berenang dan berjemur mereka tidak mengenakan bikini seperti di Bali, mereka menghormati warga setempat yang memang enggan dimasuki kebiasaan-kebiasaan seperti itu, religiusitas masyarakat Bawean sangat kental. Mrereka mengenakan baju renang terusan, jika memakai bikini mereka bakal dilarang berenang atau berjemur oleh warga.”
Efendy menambahkan, Pantai Mayangkara yang saat ini telah rusak karena tidak ada perhatian dari pemerintah sbelumnya juga ramai dikunjungi wisatawan, seperti umumnya di pantai-pantai yang ada di Bawean, pengunjung ke Pantai Mayangkara juga diving selain menikmati keindahan pantainya. “Biasanya dulu klub penyelam dari PT Petrokimia Gresik sering menyelam ke Pantai Mayangkara ini,” katanya.
Pasir-pasir di pantai yang berada di Desa Kepuh Teluk Kec. Tambak ini banyak diambil warga setempat untuk bangunan. Selain itu, dulu di Pantai Mayangkara ada sebuah lapangan yang menjadi tempat camping wisatawan yang berkunjung, tapi lapangan itu sekarang hilang terkena abrasi air laut. Kendati Pantai Mayangkara saat ini kondisinya telah rusak, tapi terumbu karang yang berada di pantai tersebut masih utuh, kata Efendy.
Ada lagi pantai yang sering dikunjungi wisatawan, yaitu pantai pasir putih di Desa Sukaoneng Kec. Tambak. “Di sana kondisi pantainya masih sangat bagus, tapi tidak mendapat perhatian dari pemerintah, jalan menuju pantai pasir putih Sukaoneng itu adalah jalan setapak. Sekitar dua kilometer kita harus jalan kaki, dulu masih bisa dilewati sepeda motor, tapi sekarang sudah rusak parah dan harus jalan kaki,” tandas Efendy.
Seluruh laut di Pulau Bawean adalah paket pariwisata, khususnya taman lautnya, tapi sayang pemerintah setempat seakan mengabaikan potensi andalan yang mestinya bisa seperti Bali jika digarap dengan serius. “Untuk menikmati terumbu karang wisatawan biasanya membawa alat selam sendiri, pemerintah tidak menyediakan fasilitas ini, jadi tidak semua wisatawan bisa menikmati keindahan terumbu karang yang mengelilingi Pulau Bawean,” ungkap Efendy.
Sayangnya keindahan Bawean tak didukung infrastruktur bagus. Jalan lingkar Bawean sepanjang 56 kilomater sekitar 80 persen rusak parah. Tidak ada lagi aspal, hanya bebatuan terjal yang banyak ditemukan di jalan utama Bawean itu. Kondisinya justru jauh lebih bagus jalan-jalan poros desa.
Listrik di Bawean pun bergiliran, bahkan di sejumlah daerah hingga kini ada yang belum teraliri listrik dari PLN. Di wilayah kota, seperti Sangkapura dan Tambak, listriknya dua hari menyala satu hari padam. Saat listrik giliran menyala pun tidak 24 jam penuh, hanya 16,5 jam menyala mulai 15.30 hingga pukul 10.00.
Untuk menikmati pantai Pulau Bawean ada beberapa cara yang bisa ditempuh, naik speadboad, jalan kaki, atau menggunakan kendaraan darat jika hanya ingin menikmati pantai-patai tertentu. Apabila mengendarai speadboad membutuhkan waktu sehari untuk bisa menikmati pantai di Bawean.
Jika mengendarai kendaraan darat, pengunjung harus menyewa mobil atau sepeda motor, sebab di Bawean angkutan umum terbatas. Biasanya, angkutan umum hanya beroperasi hingga pukul sepuluh pagi, atau apabila ada kedatangan kapal. Jika menyewa mobil ongkosnya sekitar Rp 400 ribuan sehari. Biaya sewa sepeda motor lebih murah, hanya Rp 25 ribu per hari.
Sebenarnya, jika wisatawan ingin menikmati pantai Bawean secara utuh, harus ditembuh dengan jalan kaki menyisiri pantai, jika ditempuh dengan jalan kaki menghabiskan waktu dua hari dua malam, artinya harus membawa peralatan camping dan persediaan makanan.
Asepta Yoga
• VIVAnews


EmoticonEmoticon